Di Antara
· 2 min reads · Monolog, Silence

Di sebuah laboratorium yang mulai kehilangan suara, seorang laki-laki duduk sendiri di depan laptop yang layarnya menyala tanpa gerak. Di sebelahnya, secangkir kopi yang sudah dingin dan sebatang rokok yang belum sempat habis. Senja menyelinap lewat jendela kaca, membasuh meja kerja dengan cahaya jingga yang lembut dan menyakitkan.
Tak ada suara mesin, tak ada dering notifikasi. Hanya dengung lemah kipas laptop dan aroma nikotin yang menggantung pelan di udara. Ia tidak sedang mengerjakan sesuatu. Bahkan, mungkin ia tidak benar-benar menunggu apa-apa. Tapi di situ ia tetap duduk, seolah ada sesuatu yang harus ia selesaikan—meski tak tahu apa.
Ia berada di antara. Antara satu paragraf dan paragraf lain yang tak kunjung selesai. Antara keinginan untuk menyelesaikan dan rasa lelah yang tak terucap. Antara menjadi dan kehilangan arah.
Laboratorium ini dulunya ramai. Penuh tawa kecil, diskusi tentang data, dan ekspresi frustrasi ketika eksperimen gagal. Tapi sekarang—hanya ia, rokok, kopi, dan waktu yang terlalu lambat untuk dikejar. Tangannya sesekali menggulir mouse, bukan untuk bekerja, tapi hanya untuk memastikan dirinya masih ada.
Ia pernah yakin bahwa di ruang-ruang seperti ini, masa depan sedang dibentuk. Tapi kini ia mulai ragu apakah masa depannya sendiri masih menunggu di balik pintu, atau telah tertinggal di salah satu malam yang terlalu larut.
Orang-orang akan mengira ia sedang fokus, mungkin tenggelam dalam pekerjaan. Tapi sebenarnya, ia sedang tenggelam dalam diamnya sendiri. Dalam pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan logika. Dalam rasa hampa yang bahkan kopi dan rokok pun tak bisa isi.
Dan aku tahu ini semua, karena aku adalah dia. Atau dia adalah bagian dari diriku yang selama ini tersembunyi di antara folder penelitian dan draft laporan yang tak pernah rampung. Bagian dari diriku yang masih percaya bahwa diam adalah bentuk paling jujur dari lelah.
Jadi malam ini, di antara asap yang menghilang perlahan dan kopi yang tak lagi hangat, aku tetap duduk. Mencoba berdamai. Dengan waktu, dengan pilihan-pilihan, dan dengan diriku sendiri—yang belum selesai.